Rabu, 01 Januari 2014
40 FAKTA MENARIK TENTANG ISLAM
Sebagian orang masih banyak yang meragukan tentang kebenaran agama islam ini, tak kecuali adalah mereka yang telah mengaku sebagai muslim. Makanya perlu kita ketahui bahwa Islam adalah agama yang hak dengan beberapa fakta dibawah ini :
1. Nama “Muhammad” adalah nama yang paling populer di seluruh dunia (walaupun salah mahomed..mohammed..dll) dan menempati urutan nomor dua di negara Inggris untuk nama bayi laki-laki ( urutan pertama ditempati oleh nama ‘Jack’ )
2. Albania merupakan negara satu-satunya di benua Eropa yang 90% penduduknya beragama Islam
3. Kata-kata berikut ini diserap dari bahasa Arab : Algebra, Zero, Cotton, Sofa, Rice, Candy, Safron, Balcony, bahkan ‘Alcohol’ juga berasal dari bahasa Arab, Al-Kuhl, yang mempunyai arti bubuk
4. Beberapa ayat di dalam Al-Qur’an menggambarkan pentingnya persamaan hak antara pria dan wanita ( secara perhitungan matematik ). Kata “Pria” dan “Wanita” di dalam Al-Qur’an sama-sama berjumlah 24
5. Tidak ada apa-apa di dalam Ka’bah
6. Islam merupakan agama yang pertumbuhannya paling cepat di dunia menurut banyak sumber, diperkirakan akan menjadi agama nomor 1 pada tahun 2030
7. Umat Hindu percaya bahwa di dalam Ka’Bah ada salah satu dari Tuhan mereka yang bernama ‘Shiva Lingam‘
8. Nabi Muhammad SAW melaksanakan ibadah haji hanya 2 kali dalam hidupnya
9. Jikalau sekarang Al-Qur’an dihancurkan, maka versi arab dari Al-Qur’an akan segera di-recover oleh jutaan muslim, yang disebut Huffaz yang telah menghafalkan kata-kata di dalam Al-Qur’an dari mulai awal sampai dengan akhir ayat.
10. Nama original dari kota suci Madinah adalah “Yasthrib”
11. pemeluk Islam bertambah 2,9% per tahun. Pertumbuhan ini lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah penduduk bumi sendiri yang hanya 2,3% per tahun.
12. Berdasarkan data dari Departmen Pertahanan Amerika Serikat. Dari 1,4 juta prajurit di militer Amerika, diperkirakan ada sekitar 3.700 yang beragama Islam ( Muslim ).
13. islam menyebar ke bumi nusantara ketika Nabi Muhammad masi hidup
14. Sebanyak 8 juta orang Muslim yang kini ada di AS dan 20.000 orang AS masuk Islam setiap tahun setelah peristiwa 9/11
15. Jasad Nabi Muhammad pernah ingin dicuri 2 kali, namun kedua2nya gagal dan salah satu yang mencuri dihilangkan oleh Allah dari bumi
16. Jasad Firaun (Ramses II) yang tenggelam di laut merah, Baru ditemukan
oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817. setelah 3000 tahun berada di bawah tanah dan pasir
17. Al Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang bisa dihafal jutaan manusia (Hafidz/penghafal Al Qur’an) sehingga keaslian/kesuciannya selalu terjaga.
18. Jika agama lain bisa punya lebih dari 4 versi kitab suci yang berbeda satu dengan lainnya, maka Al Qur’an hanya ada satu dan tak ada pertentangan di dalamnya:
19. Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi yang berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), radiasi tersebut menembus planet mars dan masih berlanjut. peneliti mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.
20. Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air.
21. Shalat yang pertama dilakukan oleh Rasulallah Saw menghadap Masjidil Haram adalah shalat Ashar bersama para sahabat, setelah sebelumnya berkiblat ke Masjidil Baitul Maqdis selama enam belas bulan.
22. IBRAHIM adalah “Bapak” dari tiga agama besar, yakni “Judaisme”, “Nasrani”, dan “Islam”.
23. Malaikat tidak terhitung jumlahnya dan hanya Allah yang mengetahuinya.
24. Islam, berarti “submisi” atau “menyerah” kepada satu Tuhan, Allah. “Islam” juga berasal dari kata “salam”, “perdamaian” dan yang kedua dalam arti “berserah diri”. demikian, arti dari “Islam” adalah “kedamaian yang sempurna yang datang bila kita hidup berserah diri kepada Allah”.
25. Rasulullah pernah membelah bulan menjadi 2 bagian, dengan hanya menunjuk bulan dengan jarinya. diabadikan Allah dalam al-Qur’an surah Al-Qamar ayat 1: “Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah.”
26. sebelum Nabi Ibrahim menginjakkan kakinya ke tanah Makkah sudah ada bangunan Ka’bah yang telah dibangun oleh malaikat dan generasi
sebelum Nabi Ibrahim as. Hal itu dapat dipahami dari kata “Yarfa’u” meninggikan berarti meninggikan bangunan yang sudah ada
27. Aliran sesat di Indonesia dalam rentangan waktu selama 6 tahun saja (2001 – 2006) telah mencapai angka 250 aliran.
28. Rasulullah menyebutkan ada 73 golongan dalam islam, dan hanya 1 yang akan masuk jannah yaitu “Al Jama’ah”.
29. Nabi Muhammad tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis, namun ingatannya sangat kuat dan sangat cerdas.
30. kata2 terakhir Nabi Muhammad sebelum wafat adalah “Ummatii … ummatii … ummatii” yang mengungkapkan betapa besar cintanya kepada umatnya.
31. Selama 23 kali perang semasa Rasulullah memimpin, hanya sekali kekalahan yang di derita kaum muslimin, yakni, perang uhud
32. Musa A.S adalah nama yang paling sering disebut dalam Al-Qur’an, sedangkan maryam adalah satu2nya nama perempuan yang disebut dalam Al-Qur’an.
33. Al-Qur’an adalah buku terlaris di benua eropa.
34. Semua anak Nabi Muhammad, yakni, Al-Qasim,Abdullah dan Ibrahim, meninggal kurang lebih pada usia 2 tahun. Allah sengaja memanggil mereka lebih awal agar kaum muslimin tidak mengangkat mereka menjadi rasul yang baru.
35. Imam Ali bin Abi Thalib adalah satu-satunya orang yang pernah lahir di dalam Ka’bah.
36. Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam.
37. Al Khowarizmi (matematika), Jabir Ibn Hayyan (kimia), Ibnu Khaldun (sosiologi dan sejarah), Ibnu Sina (kedokteran), Ar Razi (kedokteran), Al Biruni (fisika), Ibnu Batutah (antropologi) adalah contoh dari ratusan cendikiawan muslim yang menjadi rujukan dalam ilmu pengetahuan modern.
38. Hijir Ismail ini dahulu merupakan tempat tinggal Nabi Ismail, disitulah Nabi Ismail tinggal semasa hidupnya dan kemudian menjadi kuburan beliau dan juga ibunya.
39. Maqom Ibrahim bukanlah kuburan Nabi Ibrahim sebagaimana dugaan atau pendapat sebagian orang. Maqom Ibrahim adalah batu pijakan pada saat Nabi Ibrahim membangun Ka’bah.
40. pasukan Salib datang ke Timur ketika Khalifah Bani Abbas berada dalam masa kemunduran. Tak diduga, banyak anggota pasukan Salib tertarik kepada Islam dan kemudian menggabungkan diri dengan pasukan Salib lainnya. Thomas Arnold, dalam Al Da’wah ila Al Islam, menyebutkan bahwa mereka masuk Islam setelah melihat kepahlawanan Salahuddin sebagai cerminan ajaran Islam
Episode Maulid Nabi - Dua Syarat Diterimanya Ibadah
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, sehingga Dia-lah yang patut diibadahi. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hinga akhir zaman.
Agar ibadah diterima di sisi Allah, haruslah terpenuhi dua syarat, yaitu:
1. Ikhlas karena Allah.
2. Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (ittiba’).
Jika salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amalan ibadah menjadi tertolak. Berikut kami sampaikan bukti-buktinya dari Al Qur’an, As Sunnah, dan Perkataan Sahabat.
Dalil Al Qur’an
Dalil dari dua syarat di atas disebutkan sekaligus dalam firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya“.” (QS. Al Kahfi: 110)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[1]
Al Fudhail bin ‘Iyadh tatkala menjelaskan mengenai firman Allah,
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2), beliau mengatakan, “yaitu amalan yang paling ikhlas dan showab (mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
Lalu Al Fudhail berkata, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan showab. Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah. Amalan dikatakan showab apabila mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[2]
Dalil dari Al Hadits
Dua syarat diterimanya amalan ditunjukkan dalam dua hadits. Hadits pertama dari ‘Umar bin Al Khottob, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita, pen)”.[3]
Hadits kedua dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”[4]
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”[5]
Dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits ‘innamal a’malu bin niyat’ [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.”[6]
Di kitab yang sama, Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Suatu amalan tidak akan sempurna (tidak akan diterima, pen) kecuali terpenuhi dua hal:
1. Amalan tersebut secara lahiriyah (zhohir) mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini terdapat dalam hadits ‘Aisyah ‘Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.’
2. Amalan tersebut secara batininiyah diniatkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. Hal ini terdapat dalam hadits ‘Umar ‘Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat’.”[7]
Perkataan Sahabat
Para sahabat pun memiliki pemahaman bahwa ibadah semata-mata bukan hanya dengan niat ikhlas, namun juga harus ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai dalilnya, kami akan bawakan dua atsar dari sahabat.
Pertama: Perkataan ‘Abdullah bin ‘Umar.
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.”[8]
Kedua: Kisah ‘Abdullah bin Mas’ud.
Terdapat kisah yang telah masyhur dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan,
فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَىْءٌ ، وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ ، هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ ، وَالَّذِى نَفْسِى فِى يَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ ، أَوْ مُفْتَتِحِى بَابِ ضَلاَلَةٍ.
“Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (bid’ah)?”
قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ. قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
Mereka menjawab, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.”[9]
Lihatlah kedua sahabat ini -yaitu Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud- meyakini bahwa niat baik semata-mata tidak cukup. Namun ibadah bisa diterima di sisi Allah juga harus mencocoki teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa ibadah baik itu shalat, puasa, dan dzikir semuanya haruslah memenuhi dua syarat diterimanya ibadah yaitu ikhlas dan mencocoki petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sehingga tidaklah tepat perkataan sebagian orang ketika dikritik mengenai ibadah atau amalan yang ia lakukan, lantas ia mengatakan, “Menurut saya, segala sesuatu itu kembali pada niatnya masing-masing”. Ingatlah, tidak cukup seseorang melakukan ibadah dengan dasar karena niat baik, tetapi dia juga harus melakukan ibadah dengan mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kaedah yang benar “Niat baik semata belum cukup.”
Sebab-sebab Munculnya Amalan Tanpa Tuntunan
Pertama: Tidak memahami dalil dengan benar.
Kedua: Tidak mengetahui tujuan syari’at.
Ketiga: Menganggap suatu amalan baik dengan akal semata.
Keempat: Mengikuti hawa nafsu semata ketika beramal.
Kelima: Berbicara tentang agama tanpa ilmu dan dalil.
Keenam: Tidak mengetahui manakah hadits shahih dan dho’if (lemah), mana yang bisa diterima dan tidak.
Ketujuh: Mengikuti ayat-ayat dan hadits yang masih samar.
Kedelapan: Memutuskan hukum dari suatu amalan dengan cara yang keliru, tanpa petunjuk dari syari’at.
Kesembilan: Bersikap ghuluw (ekstrim) terhadap person tertentu. Jadi apapun yang dikatakan panutannya (selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), ia pun ikuti walaupun itu keliru dan menyelisih dalil.[10]
Inilah di antara sebab munculnya berbagai macam amalan tanpa tuntunan (baca: bid’ah) di sekitar kita.
Selengkapnya di website kami Rumaysho.Com >> http://rumaysho.com/ jalan-kebenaran/ dua-syarat-diterimanya-ibadah-8 32
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, sehingga Dia-lah yang patut diibadahi. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hinga akhir zaman.
Agar ibadah diterima di sisi Allah, haruslah terpenuhi dua syarat, yaitu:
1. Ikhlas karena Allah.
2. Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (ittiba’).
Jika salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amalan ibadah menjadi tertolak. Berikut kami sampaikan bukti-buktinya dari Al Qur’an, As Sunnah, dan Perkataan Sahabat.
Dalil Al Qur’an
Dalil dari dua syarat di atas disebutkan sekaligus dalam firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya“.” (QS. Al Kahfi: 110)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[1]
Al Fudhail bin ‘Iyadh tatkala menjelaskan mengenai firman Allah,
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2), beliau mengatakan, “yaitu amalan yang paling ikhlas dan showab (mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
Lalu Al Fudhail berkata, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan showab. Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah. Amalan dikatakan showab apabila mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[2]
Dalil dari Al Hadits
Dua syarat diterimanya amalan ditunjukkan dalam dua hadits. Hadits pertama dari ‘Umar bin Al Khottob, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita, pen)”.[3]
Hadits kedua dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”[4]
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”[5]
Dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits ‘innamal a’malu bin niyat’ [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.”[6]
Di kitab yang sama, Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Suatu amalan tidak akan sempurna (tidak akan diterima, pen) kecuali terpenuhi dua hal:
1. Amalan tersebut secara lahiriyah (zhohir) mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini terdapat dalam hadits ‘Aisyah ‘Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.’
2. Amalan tersebut secara batininiyah diniatkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. Hal ini terdapat dalam hadits ‘Umar ‘Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat’.”[7]
Perkataan Sahabat
Para sahabat pun memiliki pemahaman bahwa ibadah semata-mata bukan hanya dengan niat ikhlas, namun juga harus ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai dalilnya, kami akan bawakan dua atsar dari sahabat.
Pertama: Perkataan ‘Abdullah bin ‘Umar.
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.”[8]
Kedua: Kisah ‘Abdullah bin Mas’ud.
Terdapat kisah yang telah masyhur dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan,
فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَىْءٌ ، وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ ، هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ ، وَالَّذِى نَفْسِى فِى يَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ ، أَوْ مُفْتَتِحِى بَابِ ضَلاَلَةٍ.
“Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (bid’ah)?”
قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ. قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
Mereka menjawab, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.”[9]
Lihatlah kedua sahabat ini -yaitu Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud- meyakini bahwa niat baik semata-mata tidak cukup. Namun ibadah bisa diterima di sisi Allah juga harus mencocoki teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa ibadah baik itu shalat, puasa, dan dzikir semuanya haruslah memenuhi dua syarat diterimanya ibadah yaitu ikhlas dan mencocoki petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sehingga tidaklah tepat perkataan sebagian orang ketika dikritik mengenai ibadah atau amalan yang ia lakukan, lantas ia mengatakan, “Menurut saya, segala sesuatu itu kembali pada niatnya masing-masing”. Ingatlah, tidak cukup seseorang melakukan ibadah dengan dasar karena niat baik, tetapi dia juga harus melakukan ibadah dengan mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kaedah yang benar “Niat baik semata belum cukup.”
Sebab-sebab Munculnya Amalan Tanpa Tuntunan
Pertama: Tidak memahami dalil dengan benar.
Kedua: Tidak mengetahui tujuan syari’at.
Ketiga: Menganggap suatu amalan baik dengan akal semata.
Keempat: Mengikuti hawa nafsu semata ketika beramal.
Kelima: Berbicara tentang agama tanpa ilmu dan dalil.
Keenam: Tidak mengetahui manakah hadits shahih dan dho’if (lemah), mana yang bisa diterima dan tidak.
Ketujuh: Mengikuti ayat-ayat dan hadits yang masih samar.
Kedelapan: Memutuskan hukum dari suatu amalan dengan cara yang keliru, tanpa petunjuk dari syari’at.
Kesembilan: Bersikap ghuluw (ekstrim) terhadap person tertentu. Jadi apapun yang dikatakan panutannya (selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), ia pun ikuti walaupun itu keliru dan menyelisih dalil.[10]
Inilah di antara sebab munculnya berbagai macam amalan tanpa tuntunan (baca: bid’ah) di sekitar kita.
Selengkapnya di website kami Rumaysho.Com >> http://rumaysho.com/
Langganan:
Postingan (Atom)